Senin, 25 November 2024

INFORMASI :

Nama Desa Wonosari konon berasal dari kata Wono da Sari yang berarti “Wono”  adalah alas atau hutan dan “Sari”mempunyai arti bersih atau indah. Jadi Wonosari secara arti adalah Alas atau Hutan Yang bersih dan Indah. Sebelum terbentuk, Desa Wonosari dahulu adalah penggabungan dua Desa pada masa penjajahan Belanda.Cikal Bakal Desa Wonosari yaitu desa Keputihan dan Desa Wonosari itu sendiri. Dan sebelum digabung dengan desa Wonosari desa Keputihan adalah desa yang bebas atas pajak bumi dan pajak lainnya, sehingga disebut  Keputihan karena benar-benar tidak adanya pungutan kepada pemerintahan pada waktu itu. Desa Keputihan dahulu yang sekarang dikenal dengan nama Pesucen (Pesucian) dan sekarang Pesucen adalah nama salah satu Dusun di desa Wonosari.

            Dan pada sekitar tahun 1942 desa Keputihan dan desa Wonosari digabung menjadi sebuah Desa yang sampai sekarang dikenal dengan nama Wonosari, dimana letak Kantor Kepala Desa atau Balai Desanya berada di Dusun Pesanggrahan Dan sebagai Kepala Desa pertama Desa Wonosari  adalah Bapak Abuharjo.

            Di desa Wonosari terdapat sebuah daerah yang terkenal yakni Pagerkodok. Dimana daerah tersebut merupakan daerah paling utara Desa Wonosari yang berbatasan langsung dengan Desa Roworejo. Sebelum pager kodok resmi menjadi sebuah dusun di desaWonosari, Dahulu pager kodok penduduknya tidak lebih dari 15 orang atau hanya 5 Kepala Keluarga (KK) dan barulah pada tahun 1991 ketika saat itu desa Wonosari dipimpin oleh seorang Kepala Desa yang bernama H. Tupar Akhmad Mansur Soleh, secara resmi pager kodok dijadikan sebuah Dusun dan untuk kegiatan kemasyarakatannya mengikuti Desa Wonosari.

            Sekarang ini Dusun pager kodok Penduduknya bertambah dengan pesat, seiring dengan berjalannya waktu Pager kodok semakin ramai dan secara nilai ekonomis Pager kodok tergolong daerah yang cukup menjanjikan untuk berinvestasi. Dan sekarang di daerah pager kodok sudah dibangun sebuah kawasan perumahan yakni “Green Pager Kodok” yang sudah barang tentu akan menjadikan daerah pager kodok akan menjadi daerah yang maju dan ramai yang banyak dikenal orang dan semakin berkembang.

            Dan untuk bahan referensi, Pager Kodok dahulu mempunyai sejarah yang tidak bisa dilupakan begitu saja. Dahulu Pager Kodok mempunyai Cerita yang sangat Patriotisme yang harus selalu dikenang sampai kapanpun. Karena dengan sejarah kita bisa mengerti dan memahami hal-hal yang terjadi pada masa-masa dahulu. Dan inilah ceritanya

Pertempuran Pager Kodok – Kebumen

            Kekalahan Belanda di jembatan Kedung Bener desa Jatisari pada awal bulan Januari 1949 nampaknya menimbulkan kemarahan besar, Beberapa hari kemudian, pada sekitar tanggal 10 Januari 1949 patroli Belanda berkekuatan satu kompi bersenjata lengkap langsung menuju gunung Pager Kodok. Angkatan Oemat Islam (AOI) yang berpusat di desa Somalangu memilih gunung Pager Kodok sebagai basis pertahanan sekaligus jalan Pager Kodok segai titik penghadangan.

Di gunung Pager Kodok terdapat satu Batalyon Angkatan Oemat Islam (AOI) siap bertahan dan menghadang musuh dengan Kompi Mustakim sebagai kompi terdepan.

           

            Ketika patroli Belanda bertemu dengan pasukan Angkatan Oemat Islam (AOI), maka pertempuan pun terjadi AOI menggunakan taktik Supit Udang  dan dibantu rakyat dengan kentongan gebyognya yang membuat Belanda menjadi bingung karena telah terkepung. Pertempuran berlangsung sejak pukul 09.00 WIB hingga sore hari pukul 16.00 WIB

 

            Kompi Mustakim dan Kompi Belanda sama-sama kehabisan peluru, sehingga berlanjut dengan perkelahian seorang lawan seorang (sebuah kejadian langka mungkin hanya terjadi di Kebumen, dalam sebuah peperangan hingga berkelahi satu lawan satu)

 

            Peristiwa ini terjadi di sebelah utara daerah  Gunung Pager Kodok yaitu di desa Tanahsari Kebumen. Dipihak Belanda korban cukup besar dan hanya tersisa beberapa orang saja. Dipihak AOI gugur adalah Letnan Mustakim beserta lima prajurit lainnya. Hari berikutnya desa Tanahsari digrebeg dan dibakar oleh Belanda.

 

            Demikian sebuah cerita yang harus kami kenang, bahwa Pager Kodok mempunyai sejarah. Dan untuk mengenang jasa para pejuang-pejuang yang gugur pada saat pertempuran melawan Belanda, maka dibangun sebuah Monumen atau Tugu yang dinamakan TUGU PAGER KODOK.

Pagelaran Wayang Kulit di Dukuh Wonosari: Merayakan Sedekah Bumi dengan Lakon

Pagelaran Wayang Kulit di Dukuh Wonosari: Merayakan Sedekah Bumi dengan Lakon

TONTON WAYANG disini
Dukuh Wonosari, Desa Wonosari, Kecamatan Kebumen kembali menggelar acara budaya yang sarat makna dan tradisi pada tanggal 5 Oktober 2024. Pagelaran wayang kulit digelar dalam rangka peringatan Sedekah Bumi, sebuah tradisi tahunan yang dilaksanakan setiap musim keempat menurut perhitungan Pranata Mangsa. Acara ini menjadi salah satu upaya masyarakat untuk menghormati alam, mensyukuri hasil bumi, serta memelihara kebersamaan antarwarga.

Rangkaian Acara dan Lakon Wayang Kulit

Pagelaran wayang kulit kali ini dipimpin oleh dalang kondang, Ki Sunarpo Guno Prayitno, yang dikenal dengan kepiawaiannya dalam membawakan cerita-cerita pewayangan penuh pesan moral. Lakon yang dibawakan adalah "Wahyu Satrio Pinilih", kisah yang sarat dengan nilai kebijaksanaan, kepemimpinan, dan perjuangan dalam mencari kebenaran dan kesucian hati. Cerita ini dipilih karena relevan dengan tema Sedekah Bumi, yakni bagaimana manusia harus selalu menjaga hubungan harmonis dengan alam dan masyarakat sekitarnya.

Pagelaran terbagi dalam dua sesi:

  • Sesi pertama akan dimulai pada pukul 13.00 hingga 17.00 WIB pada tanggal 5 Oktober 2024.
  • Sesi kedua akan dimulai pada malam harinya, pukul 21.00 hingga 04.00 WIB, pada tanggal 6 Oktober 2024.

Durasi yang panjang ini memberikan kesempatan kepada seluruh warga untuk menikmati pertunjukan, baik di siang hari maupun di malam yang tenang, menciptakan suasana sakral dan penuh khidmat.

Hadirnya Para Tokoh dan Undangan Penting

Acara ini akan dihadiri oleh sejumlah tamu undangan penting yang turut memberikan dukungan terhadap pelestarian budaya lokal, di antaranya:

  • Camat Kecamatan Kebumen
  • Kepala Desa Wonosari beserta perangkat desa
  • Mantan Kepala Desa
  • Tokoh masyarakat setempat
  • Di hadiri juga WNA dari Negara Prancis "'ROMAIN RIVIERA", Sharing Culture dan Voluteer Mengajar Bahasa inggris di Universitas Ma'arif Nahdlatul 'Ulama (UMNU)

Kehadiran para pejabat dan tokoh masyarakat ini menambah kemeriahan acara serta menunjukkan betapa pentingnya dukungan dari berbagai pihak dalam menjaga nilai-nilai budaya dan tradisi desa.

Tradisi Sedekah Bumi dan Maknanya

Sedekah Bumi merupakan bentuk rasa syukur masyarakat terhadap hasil bumi yang melimpah. Di Desa Wonosari, perayaan ini telah menjadi agenda tahunan yang sangat dinantikan. Pada momen ini, warga berkumpul untuk mempersembahkan doa-doa, sekaligus berbagi hasil panen sebagai simbol rasa terima kasih kepada Sang Pencipta dan alam semesta yang telah memberikan kehidupan.

Pagelaran wayang kulit menjadi puncak dari rangkaian Sedekah Bumi. Wayang dipilih karena bukan hanya sebagai hiburan, tetapi juga sebagai media pembelajaran, penyampaian pesan moral, dan filosofi hidup yang terus diwariskan dari generasi ke generasi. Lakon Wahyu Satrio Pinilih sendiri memiliki nilai yang mendalam, yaitu pencarian jati diri dan pemimpin sejati yang memiliki hati suci dan bijaksana.

Antusiasme Warga dan Pelestarian Budaya

Warga Desa Wonosari sangat antusias dengan pagelaran ini. Selain menjadi hiburan rakyat, acara ini juga sebagai ajang silaturahmi antarwarga serta sarana untuk mempererat persatuan dan kebersamaan. Kepala Desa Wonosari, Nur Aziz, dalam sambutannya menyampaikan bahwa pelestarian tradisi seperti Sedekah Bumi dan pagelaran wayang kulit ini sangat penting untuk menjaga identitas budaya desa agar tidak hilang tergerus zaman.

Beliau juga berharap agar generasi muda semakin mengenal dan mencintai budaya lokal, sehingga nilai-nilai kearifan tradisional dapat terus dijaga dan diwariskan kepada generasi mendatang.

Penutup

Pagelaran wayang kulit dalam rangka Sedekah Bumi di Dukuh Wonosari ini bukan sekadar acara seremonial. Ia adalah perwujudan rasa syukur, sarana refleksi diri, dan upaya untuk menjaga keseimbangan hidup manusia dengan alam. Melalui pagelaran ini, Desa Wonosari tidak hanya merayakan keberkahan bumi, tetapi juga memperkuat ikatan sosial dan budaya yang menjadi fondasi kehidupan masyarakat desa.

Bagikan :

Tambahkan Komentar Ke Twitter